Akhir-akhir ini aku selalu memikirkan Sari, apakah aku jatuh
hati sama Sari? Tapi kenapa bisa? Karena aku selalu memikirkan Sari,
sampai-sampai aku perlahan-lahan melupakan Misa, gebetan pertama. Itu sempat
membuatku bingung, aku lebih baik memilih siapa? Misa atau Sari? Dan secara
Misa dan Sari itu sahabatan, jadi jika aku memilih satu, maka yang satunya akan
pergi. Haaah cinta segitiga yang merumitkan...
Dan akhir-akhir ini, Misa juga jarang banget ngajak ngobrol
aku, dan dia juga seperti orang yang lagi dirundung masalah. Misa juga sering
sekali remidial, padahal dia itu terkenal paling pintar di kelas. Apakah itu
gara-gara aku yang deket sama Sari, haaaaah apaan sih aku ini Geer banget. Aku
mencoba untuk berbicara kepadanya tentang apa yang tengah ia rasakan sekarang,
tapi ia selalu menghindar, dan sekiranya bicara, ia selalu mengalihkan
pembicaraan.
Dan ternyata bukan aku saja yang merasa Misa seperti itu,
teman-teman yang lain juga sama.
Waktu istirahat tiba, sebaiknya aku makan di Kantin saja. Dan
ternyata disana juga ada Misa yang tengah duduk sendirian, kayanya lagi nunggu
makanan. Aku terus melihatnya, dan ternyata dia tak memesan makanan, dia hanya
duduk terdiam, dengan wajah yang muram. Aku ingin sekali mendekatinya dan
berbicara dengannya, jujur saja aku rindu dengan senyuman manis dan wajah riang
dari Misa.
“Ehhh ihsaannn”
“Eh Fahmi ngagetin aja lo, dari mana aja sih lo?”
“Ngelamunin apa sih saaan ah, Misa ya? Gua abis dari Toilet”
“Apaan sih lo ah ngawur, Yaelah toilet”
“Emang kenapa bro? Lu nanya ya gua jawab dong”
“gak gak apa-apa”
“Eh san, liat tuh sana”
“Apaan?”
“Lu gak liat? Itu Misa san?”
“Iya gua liat, terus?”
“Mending lu samperin dah, ayo cepetan”
“Ah gak mau ah, palingan nanti gua juga dicuekin sama dia”
“Ahhhh kita tidak tau sebelum kita mencoba, ayo cepet-cepet,
lu cemen banget sih”
“Kalo gua udah kesana nanti gua harus ngapain?”
“Yaelah eluu, ya ngobrol apa kek, nanyain kabar, nanyain
sesuatu, gua tau bro, dari lubuk hati lo, banyak pertanyaan dan pembicaraan
buat si Misa itu, ayoo cepetan dia keburu pergi”
“Halaaaah, iya deh iya bawel lu”
Aku perlahan-lahan berjalan ke arah dimana Misa tengah
duduk, lalu aku duduk di sampingnya. Dan memesan makanan.
“Eh Misa, mau makan Mis?”
“Mmmm, enggak...”
“Hah? Enggak? Terus ngapain kamu disini?”
“Cuma duduk aja”
“Ohh, eh Misa kamu kenapa sih?”
“Kenapa apanya?”
“Yaaa, Kamu kok jadi berubah gini sih? Kamu tuh kayak orang
yang lagi banyak masalah tau?!”
“Masalah? Ada sih... segelintir”
“Ceritain dong, siapa tahu aja aku bisa bantu gitu hehe”
“Tapi jangan disini san”
“Dimana dong?”
“Di rumah aku aja, pulang sekolah, bisa kan?”
“Okee bisa”
“Bagus deh”
Aku dan Misa mengobrol lumayan lama disana, sampai-sampai
bel masuk sudah berbunyi, dan disanalah, senyuman dan wajah Misa kembali
terang. Aku jadi senang melihatnya.
Disaat pulang, aku bersama-sama dengan Misa menuju ke rumah
Misa, aku berjaga-jaga agar tak terlihat oleh Sari, atau membuat Sari curiga.
Karena aku takut terjadi fitnah atau salah paham nantinya.
Beberapa menit kemudian, kami tiba di rumah Misa. Rumah yang
sangat besar dan mewah, wajar saja karena dia adalah seorang anak dari
pengusaha sukses.
“Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam, eh Misa udah dateng sayang”
“Iya mah, hehe, oh iya mah kenalin ini temen aku Ihsan”
“Ohh nak Ihsan, jadi ini yah yang sering dibicarain Misa
itu”
“Hah?”
“Ihhhh mamah apaan sih, enggak kok ihsan enggak hehe”
“Iya deh iyaa Misa mamah ngerti”
“Mamah sihh”
“Ayo masuk masuk nak Ihsan, kok malah di luar aja sih”
“Hehe iya makasih tante”
“Duduk aja san”
“Iya”
“Mau minum apa?”
“Eh gak usah gak usah repot repot”
“Sudahlah, aku bawain sirup yah”
“Hmmm yaudah deh”
Beberapa menit kemudian...
“Ini...”
“Makasih”
“iya”
“Ohh iya, kamu mau cerita apa?”
“Langsung to the point nih ceritanya?”
“Ya emang apa lagi”
“Ya udah deh.. mmm, dari mana ngomongnya ya”
“Dari mana aja deh cepetan”
“Ini san, mmm, besok kamu gak akan ketemu aku lagi”
“Hah? Kenapa Mis? Kamu mau pergi?”
“Aku mau pindah sekolah”
“Pindah kemana? Kok cepet amat sih?”
“Aku mau lanjutin sekolah di Inggris san, kebetulan orang
tua aku kerja disana, jadi terpaksa aku juga harus ikut kesana”
“......”
“Kamu kenapa san?”
“Lantas, apakah Cuma gara-gara itu, sikap kamu jadi berubah
seperti ini?”
“Salah satunya itu”
“Lalu yang lainnya? Apa?”
Misa hanya terdiam saja menundukkan kepalanya, tidak
menjawab pertanyaanku, dan ia tampak sedih.
“Misa? Kamu kenapa?”
“Kalau aku pindah sekolah, apalagi ke inggris, pasti itu
akan sangat lama..”
“Iya terus?”
“Yaa aku gak bisa sama kamu lagi”
“Yaa terus kenapa kalau gak sama aku”
“Aku kesepian”
“Kesepian? Kok?”
“Jujur aja ya san, selama ini aku itu jatuh hati sama kamu,
aku selalu menunggu kamu supaya kamu nembak aku, gak mungkin kalau cewe nembak
duluan...”
“Misaa”
“Dan sekarang sudah terlambat san, kamu sudah tak harus
berkata-kata lagi, aku berharap dari awal jika kamu nembak aku, mungkin aku
bisa bersama-sama sama kamu meskipun sebentar, tapi nyatanya...”
Misa berkata dengan suara yang agak terbata-bata karena ia
menangis dan air mata membasahi pipinya, aku pun jadi ikut sedih, aku juga
menyesal, kenapa aku gak dari awal aja, memang penyesalan itu di akhir...
“Misaa, sebenernya aku juga suka sama kamu dari dulu, tapi
aku gak yakin”
“Gak yakin? Kenapaa?”
“Soalnya aku baru pertama merasakan jatuh cinta, lalu mmm
derajat kita juga berbeda, jadi aku tak berani”
“Ihsaaaann....”
“Maaf ya Misa, aku menyesal”
“Kamu gak usah menyesal san, kamu gak salah, wajar aja kalo
memang seperti itu... itulah namanya cinta, tak tau apa yang akan terjadi
sekarang atau yang akan datang..”
“Misaaa”
“Iya”
“Kamu bener-bener mau pergi besok? Kamu gak mau salah
perpisahan sama teman-teman?”
“Gak ada waktu san, lagian mereka juga gak akan sedih kok
kalau aku pergi juga”
“Yaaa,,, ya udah misa, aku pulang dulu”
“Ya udah deh”
Ketika berjalan menjauhi pintu, aku.. langsung berbalik...
“Misa, ada satu orang yang bersedih dikala kamu pergi”
“Siapa?”
“Pastinya, seseorang yang mencintaimu, itu adalah aku”
Hari itu adalah hari terakhir aku bersama Misa. Itu juga
adalah kata-kata terakhir aku untuk Misa yang akan pergi jauh ke Inggris, dan
itu yang terakhir kalinya aku melihat senyuman Misa...
Setelah itu, aku bersekolah, membantu orang tua seperti
biasa, untuk beberapa hari ini aku selalu memikirkan Misa, dan disela-sela
memikirkan Misa, terselip juga nama Sari disana.. Itu membuat dilema perasaanku...
Semakin hari aku kok ternyata semakin dekat dengan Sari, dia
seperti sahabat untukku, dia selalu ada, selalu menghiburku dikala kegalauan
menghampiri, dia juga yang memberiku semangat.
Hari liburpun datang, bukan hari libur sih tapi hari
penentuan, karena aku dan teman-teman sudah lulus dari sekolah, dan
masing-masing dari mereka sudah diterima di Perguruan Tinggi, begitu pun
denganku, meskipun aku hanya anak dari penjual bunga, tetapi mereka bisa
membiayaiku, ditambah dengan tabunganku yang ku kumpulkan sejak lama...
Suatu ketika ayahku tengah sakit, jadi aku yang harus
bekerja menjaga kios bunganya. Begitu pula dengan Sari, dia juga sakit, dia tak
pernah menghibungiku dua minggu ini, aku khawatir.
Setelah aku selesai menutup kios bunga, aku berniat untuk
menjenguk Sari ke rumahnya, aku juga membawa sepucuk bunga mawar untuknya,
karena dia suka sekali dengan bunga mawar.
“Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam, mau cari siapa yah?”
Yang membukakan pintu ternyata adalah pembantunya, dan di rumah
itu juga terlihat sangat sepi.
“Saya kesini mau menjenguk Sari, apakah bisa?”
“Mmm, Sari udah beberapa minggu ini gak di rumah, dia di
rumah sakit”
“Hah? Rumah sakit? Kenapa?”
“Katanya, penyakitnya itu semakin parah”
“Rumah sakit mana?”
“Rumah Sakit &!^%@&^..”
“Ohhh terima kasih bu”
Pantas saja selama beberapa minggu ini dia gak pernah
menghibungi aku, ternyata Sari masuk rumah sakit, firasatku yang tidak enak
selama ini memang benar. Semoga saja Sari cepat sembuh..
Di Rumah sakit...
“Permisi sus, kalau pasien yang bernama Sari itu di kamar
nomer berapa yah?”
“Pasien bernama sari, sebentar mas, ohh di ruang 17 mas..”
“Ohh iya makasih sus”
Setelah ketemu ruang no 17, aku melihat banyak orang disana,
mungkin itu keluarganya, aku tidak jadi masuk karena tidak enak nantinya, aku
pun hanya duduk menunggu di luar..
“Eh Ihsan yah?”
“Iya tante”
“Mau menjenguk Sari yah?”
“Iyaa hehe”
“Ayo masuk saja, kebetulan Sari juga sudah bangun”
“Iya tante”
....................
Bersambung.....
Bersambung.....
0 komentar:
Posting Komentar
Tolong berikan komentarnya kritik ataupun saran...