Jumat, April 18, 2014

Mentari Telah Terbit Lagi (Love Story) Part 1-


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_61jQ8n6hUOLO7If6lxJUcis3JFc5gmGv1KlKwRtZ78aK8-Pc9RVTIz7M6tpvkvspYPcpHfu94Zw3YZjRZJ2nzKGRROuidG_9Ve0mU7yt12JoQHbUy3Xfr6_yLomG446IJ4JJvwAVYbc/s1600/Sunset.jpg 

Untuk cerita yang kali ini itu, adalah gabungan dari cerita-cerita sebelumnya, yang disatukan, dan mempunyai jalan cerita tersendiri, okee langsung saja... haha


Mentari Telah Terbit Lagi

Suara dering jam alarm terdengar di telingaku, itu pertanda bahwa aku sudah harus bangun. Tepat pukul 04.00 pagi aku terbangun, itu sebenarnya telat setengah jam karena aku mengoperasikan alarm itu pukul 03.30. Mengapa aku bangun pagi? Karena masih ada tugas yang belum aku selesaikan. Belum juga jam 6 pagi aku bersama dengan ayah harus mengantar bunga-bunga ke pangkalan dimana ayahku bekerja, yaa ayahku seorang penjual bunga dan juga membantu ibu menyiapkan warung gado-gadonya. Aku sering sekali terlambat sekolah, bukan karena aku harus mengantar bunga-bunga, tetapi karena jarak rumahku ke sekolah sangat jauh. Aku hanya tinggal di sebuah desa kecil sedangkan sekolahku di kota, begitu pula dengan kios ayahku.

Aku berangkat sekolah dengan membawa bunga di keranjang sepedaku bersama dengan ayah, tiba disana aku membantu ayah membereskan bunga, tetapi ayah menyuruhku untuk sekolah saja karena ia takut aku terlambat lagi. Akhirnya, aku berangkat sekolah dengan menaiki sepeda. Untungnya hari ini aku tidak terlambat, Syukurlah.

Oh iya, perkenalkan Namaku Nur Ihsani Fadillah Ali Khadafi, tapi cukup panggil dengan nama Ihsan. Aku duduk bangku sekolah menengah atas, aku masih kelas 10. Sekolahku adalah sekolah terfavorit di kota. Aku bisa masuk ke sekolah ini juga karena beasiswa, yg diberikan kepadaku dikarenakan waktu SMP aku memenangkan lomba mata pelajaran yang diselenggarakan oleh pihak SMA.

Aku sangat nyaman bersekolah disini, sekolahnya besar, siswa-siswinya juga pinter-pinter, fasilitas memadai tidak seperti di desa yang serba kekurangan. Orang-orang disana juga baik-baik, Meskipun aku hanya satu-satunya orang desa yang bersekolah disana, tetapi aku tidak malu karena disana tidak ada yang mengejekku atau menghinaku. Mereka bukan seperti di sinetron-sinetron yang selalu menghina orang-orang kampung, malahan mereka sangat perhatian terhadapku, itulah salah satu faktor yang membuatku betah disana.

Dan satu hal lain yang membuatku betah, Ternyata aku tak terlepas dari cerita cinta seperti hal nya para remaja pada umumnya, aku menyukai seorang perempuan. Entah kapan dan datang dari mana perasaan itu, aku juga heran, dan itu membuatku menjadi bersemangat. Kalau dipikir-pikir aku memang mmm bisa dikatakan tak pantas yah sama dia. Karena dia itu anak dari seorang pengusaha sukses yang tentunya kaya raya, dan sangat berbeda denganku yang hanya anak dari seorang penjual bunga dan penjual gado-gado. Aku tak mengharapkan bisa dekat dengan dia atau menjadi pasangan dia, bisa jadi itu hal yang tak mungkin terjadi. Tetapi disisi lain, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, benarkan?? Haha.

Namanya adalah Misa, aneh memang nama Misa itu yah, Misa apa sih? Misalah buat loh, eh- itu sih Masalah :P. Nama aslinya sih Miranda Sarah, karena mungkin disingkat jadinya MiSa, tapi temen deketnya juga suka manggilnya M.S, itu disingkat dari nama aslinya juga. Dan dari sana aku mikir, kayanya nama panggilan aku juga ganti ah, biar keren. Tapi setelah dipikir-pikir, aku gak jadi ganti nama panggilan tetep aja ihsan, soalnya aku mikir kaya gini, nama Nur Ihsani Fadillah Ali Khadafi, masa jadi NIFAK, duh gak enak sekalee –‘. Sudahlah lupakan

Suatu ketika ada pelajaran bahasa indonesia ternyata ditugaskan untuk menampilkan sebuah drama. Dan guru pun membagi kelompok. Dikelompok itu aku bersama teman dekatku Yuda, Ridwan, Fahmi, Sari dan Misa.

“Waaaaa kita sekelompok san” ujar Fahmi
“Iya nih bosen lah apa-apa ama elu, kaya gak ada orang lain aja”
“Halahhh udah deh terima aja, itu tandanya kita jodoh kali san hahahaha”
“Enak aja gua masih normal bro”

Tiba-tiba..
“Hey san, kapan kita kerja kelompok buat latihan dramanya ?” Tanya Misa
‘Hah? Emang kamu sekelompok sama aku?”
“Iya itu liat, sama Sari juga tuh, gimana sih kamu”
“Oh iya, gimana kalo hari minggu aja?”
“Aku sih bisa” jawab Sari sambil tersenyum, akupun mulai merasa GR.
“Eit eit jangan minggu dong, aku mau jalan-jalan nih sama pacar aku” Ujar Yuda dengan suara yang keras dan spontan.
“Emangnya lu punya pacar Yud?”
“Punya dong saaan”
“Perasaan lu jomblo deh, siapa pacar loh”
“Si Bohai nan montok bro, Motor vespa kesayangan gua, hahaha”
“Yaelah elu”
“Hahaha iya deh bisa bisa”
“Bagus deh, hey kalian Fahmi sama Sari bisa gak minggu?”
“Bisaaa Ihsaann” Jawab Fahmi dan sari dengan gaya rempongnya itu.

Hari minggu pun tiba, kami latihan dengan penuh semangat. Aku dan Misa pun semakin dekat. Aku sudah tidak memikirkan perbedaan diantara kami, karena aku percaya bahwa cinta itu dapat menyatukan segala bentuk perbedaan. Karena kedekatan aku sama Misa entah kenapa teman-teman menyalah artikan semua itu. Akhirnya kita berdua sering dibicarakan orang-orang.

“Heh Ihsan jujur lo, lo suka ya sama Misa kan? akhir-akhir ini kayanya lo deket banget sama dia. Hayo lo ngaku!” Tanya Yuda dengan penuh dengan rasa penasaran.
“Hah? Ya enggak lah, gua Cuma temenan aja, lagian gak mungkin juga”
“Gak mungkin apaan sih? Hah? Apaan?
“Yaaa gak mungkin aja”
“Heh san, udahlah tembak aja langsung si Misa itu, lu jangan ngomong mungkin mulu, kemungkinan yang terjadi itu nanti, yang penting usaha dulu bro”
“Laaah lu ngomong apaan sih ngawur aja lu ah!”
“Jangan pura-pura polos deh lu san, gua tau lu itu suka sama Misa”
“Haduhhh, tapi gak tau yud, gua kurang yakin dengan perasaan gua”.
“Halahhhhh, pake gak yakin segala lagi, kalo lo suka buru ungkapin jangan lo pendem gitu”
“Gua gak berani Yud, soalnya ini pertama kali gua jatuh hati Yud”
“Yaelah Ihsan Ihsan lu cemen banget sih”
“Biarin”

Tiba-tiba Sari datang dan berbisik-bisik dengan aku dan juga Yuda.
“Heh Ihsan iya tuh bener kata Yuda, kalo kamu suka sama Lia ya ungkapin dong. Terus ya aku rasa dia juga suka tuh sama kamu”
“Masa sih, gak mungkin lah Sar”
“Yee dibilangin malah gak percaya”

Setelah teman-temanku berbicara seperti itu aku semakin yakin dan serasa mendapat dukungan untuk mengungkapkan perasaanku ini, tapi aku tak tahu kapan aku berani untuk mengatakannya, semua itu tertunda selama beberapa bulan lamanya. Ternyata dalam jeda waktu itu, Aku merasa ada yang aneh, yaitu Sari. Dia selalu mendekatiku, selalu mengajak ngobrol padaku, dan dia juga perhatian. Lama kelamaan aku juga mempunyai rasa ke Sari. Tetapi aku tidak terlalu memikirkannya, karena aku hanya menganggap dia teman biasa, yaa memang sebenarnya juga teman. Dengan datangnya rasa itu, aku sempat melupakan Misa, malah aku serasa semakin jauh dengan Misa.

Aku tersadar bahwa Sari itu sudah mempunyai pacar yaitu Yuda, tetapi aku tidak bisa menjauh dari Sari, karena Sari terus saja mendekatiku. Perasaanku sangat galau, aku tidak tega jika harus menjauhi Sari, dan aku juga tak enak jika terus membuat Yuda terus memanas, apalagi Yuda juga adalah teman dekatku.

Suatu ketika, pulang sekolah tiba, aku mengajak Yuda untuk pulang bersama seperti biasanya.
“Eh Yud, pulang yuk”
“Gak ah, gua ada urusan san”
“Urusan apaan lo? Gua tau semua jadwal-jadwal lo, hari ini lu itu bebas”
“Gua bilang ada urusan! Mending lu diem aja deh jangan sok tau, kalo mau pulang lo pulang aja sana!!” bentak Yuda dengan mengeluarkan amarahnya.
“Oke deh, gua balik duluan yah, oh iya, lu jangan marah2 gitu dong, jelek tau”
“Berisik lo”
“Yaelah dibilangin”

Aku terpaksa pulang sendiri, menunggu angkutan yang lewat, sembari menunggu aku duduk di pagar pinggir jalan dekat sebuah pohon besar, aku selalu kepikiran tentang Yuda dan Sari. Sebenarnya aku sudah tidak aneh dengan perilaku Yuda akhir-akhir ini, mungkin dia itu cemburu gara-gara aku dekat dengan pacarnya yaitu Sari. Tapi kan dia tau sendiri kalau aku dan Sari itu hanya teman biasa, yaa meskipun kami suka ngobrol, jalan, dan lain sebagainya. Aku tahu Yuda tengah marah padaku, tapi aku tidak berniat untuk seperti itu, karena Sari sendirilah yang mendekatiku, ya masa aku harus ngomong langsung sama Sari kalau dia gak boleh deket-deketin aku lagi, itu kan berarti aku gak tega, aku kejam, tetapi aku bukan orang yang seperti itu. Haduhhhh...

Tak terasa aku sudah duduk disana kurang lebih setengah jam, mungkin sudah banyak angkutan yang lewat, tapi aku tak menyadarinya. Aku pun lekas berdiri dan akan bersiap-siap. Tiba-tiba ada sebuah mobil yang berhenti di depanku, dan ternyata itu adalah Sari dengan sopir pribadinya.

“Ihsan, ayo naik sini pulang bareng yuk, kebetulan kita searah kan? Ayo cepet?”

Aku bingung harus bagaimana, jika aku menerima permintaannya, aku tak tahu bagaimana reaksi Yuda padaku nanti, tapi jika aku menolaknya, aku tak tahu reaksi Sari padaku nanti, haaah aku jadi bingung...

“Heyyy Ihsaaaan, kok malah melamun sih, ayo cepetan dongg, kamu ini ngelamain deh”

Dengan tanpa berpikir panjang, aku menuruti kemauan Sari. Urusan Yuda, itu nanti saja.

“Eh ihsan kok kamu sendiri sih, biasanya kan kamu sama Yuda?”
“Mmmm, hari ini katanya Yuda lagi ada urusan, jadi aku pulang sendiri deh”
“ohh gitu”

Ini kesempatan nih, mumpung ada Sari, apa aku ngomong aja ya, kalo Yuda akhir-akhir ini sikapnya berubah gara-gara aku deket sama Sari. Tapi nanti Sari bakal sakit hati gak yah. Lah bodo amat..

“Eh Saarii” dengan sangat gugupnya
“Apa san?”
“Mmmm, mm inii, apa, eh-aku mau ngomong sesuatu”
“Ngomong apaan? Tenang san jangan Grogi gitu”
“Ini, mm itu, anuu, aduh gimana ngomongnya yah”
“Apa sih ihsan, ini itu anu, apa coba sok bicarain yang bener”

Ternyata aku susah banget Cuma ngomong yang gituan aja, dan juga gara-gara liat muka Sari yang ternyata begitu cantik dan manis, dengan senyuman nya, sampai-sampai aku merasa tak tega..

“Mmmm ohh itu, di bibir kamu ada coklat” aku spontan banget ngomong gitu, biar gak curiga.
“Ohh hahaha, ini bekas tadi makan es krim deh kayanya,, kamu usil banget sih san, aku sampe kaget”
“hehehe, loh kok kaget? Kenapa?”
“Ohh enggak enggak gapapa”
“jeeeh kamu ini ada ada saja”
...................................
“Oh iya san, Yuda udah ngomong belum ke kamu?”
“Hah? Ngomong apaan?”
“Ohh, berarti dia belum ngomong ke kamu yah”
“Apaan sih, Sar?”
“Mmmm itu, kalo emang dia belum ngasih tau, kamu jangan pernah ngasih tau ke dia yah”
“Iya deh iya, apaan sih?”
“Ituu, aku udah putus sama Yuda”
“Hah, apa? Putus? Kok bisa sih? Kamu atau Yuda yang ngajak putus?”
“Sebenernya aku sih yang mancing-mancing dia, dan lama kelamaan dia yang buat keputusan, ya sudah aku terima saja”
“Kenapa kalian bisa putus? Kaian tengah ada masalah? Setahu aku kalian baik-baik aja deh, gak suka berantem atau apalah gitu”
“Yaaa gak tau, akhir-akhir ini dia posesif banget, dia juga suka cuek dan marah kalau aku lama atau gak bales sms dia, padahal dulu sih enggak, dia bisa ngertiin aku, itu yang bikin aku jadi gak suka”
“Ohh gitu”
“Aku sebenernya mau nanyain soal masalah itu, kenapa dia berubah, tapi dia malah marah-marah, sama ngajak aku putus tanpa aku menjelaskan, ya udah aku terima aja”
“Tapi diputusin, kamu sedih gak?”
“Sedih sih iya, namanya juga kehilangan ya pasti sedih lah, tapi aku berusaha buat ngelupain itu”
“Iya kamu yang sabar aja ya Sari, pasti nanti kamu juga akan dapat yang memang benar-benar cocok sama kamu, dan kamu juga jangan merasa dendam atau benci ke Yuda karena dia mantan itu kamu yah, gitu-gitu juga dia itu pernah jadi pendamping harimu hehe”
“Iya san, makasih yah, kamu memang baik, perhatian lagi”

Ternyata Sari dan Yuda udah putus, tetapi kata Sari, dia putus gara-gara Yuda berubah jadi posesif, berarti itu bukan gara-gara aku dong, legaaaa. Eh-tapii, mungkin aja, Yuda itu posesif karena dia itu pengen deket terus sama Sari, gara-gara Sari mulai perhatian sama aku... Ahhh aku jadi pusing gini sih mikirin mereka berdua, itukan urusan mereka, ngapain sih ikut campur...

Setelah itu, tiba-tiba Sari terus mencoba mendekatiku, lalu dengan tenangnya, Sari menyandarkan kepalanya kepundak diriku, aku kaget dan juga gemetaran. Rambutnya yang panjang mengenai tangan kananku, dan rasanya begitu lembut, dan juga harum, membuat hatiku berdebar kencang. Aku tidak melepaskan diri dari itu, yaa biarkan dia merasakan ketenangan dikala masalah yang tengah ia derita.

Sebentar lagi rumahku sampai, aku bergegas bersiap-siap.
 “Sari, udah dong, udah bentar lagi nih, aku mau turun”
“Oh iya san, maaf ya, gapapa kan?”
“Haha iya gapapa kok tenang aja”
Mobil pun berhenti di depan jalan yang menuju rumahku.
“Sari aku pulang yah, makasih buat tumpangannya”
“Iya san, sama-sama, lain kali kita bareng lagi ya”
“Iya”
“Dadah Ihsaan”
“Daaah”

Bersambung...

0 komentar:

Posting Komentar

Tolong berikan komentarnya kritik ataupun saran...